METEDOLOGI ILMIAH
RANCANGAN PENELITIAN
DISUSUN OLEH : PUTU HARDIKUSUMA
NIM : 26020111140098
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
Pembangunan
Sumber Daya Alam
dan
Lingkungan Hidup
A. UMUM
Langkah-langkah
pengarusutamaan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan bagi seluruh sektor ditempuh dalam setiap kebijakan pembangunan
dalam rangka menciptakan terjaminnya keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber
daya alam dan lingkungan hidup di masa mendatang. Dalam Propenas 2000-2004,
pembangunan di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan upaya
untuk mendayagunakan sumber daya alam bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan
hidup, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta keserasian
penataan ruang dalam upaya terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan.
Sumber daya alam
dan lingkungan hidup merupakan salah satu modal utama untuk mendukung
tercapainya tujuan pembangunan nasional. Telah dipahami bersama bahwa
ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan hidup dalam jumlah yang
cukup dan kualitas yang baik merupakan pendukung kesinambungan pembangunan saat
ini dan pembangunan di masa yang akan datang. Walaupun dirasakan telah banyak
upaya yang dilakukan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup,
masih banyak permasalahan yang belum dapat diatasi secara menyeluruh. Beberapa
permasalahan pokok tersebut antara lain adalah masih rendahnya pemahaman akan
pentingnya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara
berkesinambungan dan dibarengi pula dengan lemahnya penegakan hukum sehingga
menyebabkan tekanan yang berlebihan terhadap fungsi lingkungan hidup, bahkan
sampai mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup. Keadaan tersebut dapat dilihat
dari tingginya tingkat kerusakan hutan dan lahan sebesar 1,6 juta hektar per
tahun, akibat semakin maraknya pencurian hasil hutan, terutama kayu, selain
juga penambangan yang tidak memiliki izin. Hal lain berupa kerusakan di kawasan
laut yang disebabkan oleh pencurian hasil laut yang dapat mengancam
keberlanjutan dan kelestarian sumber daya laut terutama berbagai jenis ikan,
terumbu karang dan biota laut lainnya. Permasalahan pokok lain yang dihadapi
adalah masih tingginya tingkat pencemaran lingkungan hidup akibat belum
dipatuhinya peraturan di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup. Misalnya,
belum dipatuhinya peraturan perihal limbah buangan seperti dapat dilihat dari
masih tingginya pencemaran sungai dan laut oleh limbah industri dan rumah
tangga, tingginya pencemaran udara akibat emisi gas buang kendaraan bermotor di
perkotaan, serta belum optimalnya pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3).
Dalam rangka
meningkatkan efektivitas kegiatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya alam,
dilakukan beberapa kegiatan antara lain pengkajian kembali kebijakan
pengelolaan kawasan hutan produksi, kawasan konservasi dan rehabilitasi sumber
daya alam, penyusunan kebijakan pengelolaan dan pengembangan keanekaragaman
hayati, pengembangan jasa lingkungan dan jasa pariwisata yang berwawasan
lingkungan pada kawasan ekosistem khas di beberapa taman nasional dan kawasan
hutan lainnya yang potensial, pengembangan dan penerapan teknologi baru dalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang ramah lingkungan,
penelitian dan pengembangan energi baru dan terbarukan, serta peningkatan kesadaran
konservasi dan rehabilitasi bagi para pemangku kepentingan (stakeholders). Untuk mengurangi dampak
yang berlebihan dalam pengelolaan sumber daya hutan telah dilakukan upaya
penyelesaian terhadap lima masalah pokok di bidang kehutanan yaitu pencegahan
penebangan hutan secara ilegal, penanggulangan kebakaran hutan, restrukturisasi
industri kehutanan, rehabilitasi dan konservasi sumber daya hutan, serta
desentralisasi kewenangan pengelolaan kehutanan. Upaya-upaya tersebut sampai
saat ini masih terus dijalankan dan lebih diintensifkan, dengan hasil kemajuan
yang bervariasi. Misalnya dalam menangani penebangan liar telah dilakukan
penggalangan berbagai pihak baik melalui kampanye anti illegal logging
maupun operasi-operasi penegakan hukum di lapangan. Kemudian untuk mengatasi
masalah kebakaran hutan telah dibuat dan disebarkan peta identifikasi kawasan
hutan yang rawan terbakar serta pemberdayaan masyarakat sekitar hutan untuk
mengendalikan kebakaran hutan. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi telah
dilakukan pengalihan kewenangan dan urusan kehutanan secara bertahap kepada
pemerintah daerah sehingga pengawasan oleh masyarakat luas dapat lebih efektif.
Hal ini juga didukung dengan penerapan pengelolaan hutan berbasis masyarakat
baik dalam bentuk pengelolaan hutan kemasyarakatan maupun hutan rakyat.
Disamping itu, beberapa kabupaten telah menerbitkan peraturan daerah tentang
pengelolaan hutan berbasis masyarakat sebagai perwujudan pengelolaan sumber
daya alam yang partisipatif.
Dalam
pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan, telah dilaksanakan identifikasi
potensi sumber daya wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil, identifikasi
kawasan konservasi laut, pembudidayaan mangrove
fisheries dan penataan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Untuk
mengurangi kerugian negara akibat kegiatan pencurian ikan (illegal fishing) telah dilakukan berbagai upaya antara lain dengan
pembenahan administrasi perijinan penangkapan ikan, pemantauan dan pengontrolan
kapal-kapal besar penangkap ikan baik yang beroperasi di perairan Indonesia
maupun di kawasan ZEE melalui sistem vessel
monitoring system (VMS) yang merupakan bagian dari penerapan sistem monitoring, controlling and surveillance
(MCS). Penerapan sistem ini didukung dengan pengembangan sarana
dan prasarana dan operasi pengawasan berbasis masyarakat (SISWASMAS).
Kegiatan yang berkaitan langsung dengan peningkatan
ketersediaan, konservasi dan pemulihan kondisi sumber daya alam dan lingkungan
hidup mencakup peningkatan akses informasi, efektifitas pengelolaan serta
konservasi dan rehabilitasi sumber daya alam maupun pengendalian kerusakan dan
pencemaran lingkungan hidup, penataan kelembagaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup untuk sektor pertambangan. Untuk mendukung peningkatan akses
informasi masih dilakukan inventarisasi geologi dan sumberdaya mineral,
pengkajian neraca energi dan mineral serta sistem informasi geografi.
Mewujudkan kondisi pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang berkesinambungan bukanlah merupakan hal yang mudah antara
lain karena upaya pencegahan eksploitasi berlebihan yang mengakibatkan
kerusakan lingkungan hidup terhambat dengan pelaksanaan penegakan hukum yang
lemah. Tidak dapat dipungkiri, hingga saat ini belum ada kasus perusakan
lingkungan yang telah mendapat penanganan hukum yang sesuai dengan rasa
keadilan masyarakat. Hambatan lain yang dirasakan adalah masih adanya tumpang
tindih kewenangan pengelolaan sumber daya alam pada sektor-sektor yang saling
berkaitan, serta masih adanya tarik ulur kewenangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Pemahaman untuk memperoleh keuntungan finansial dalam jangka
pendek yang masih melekat pada beberapa pemerintah daerah, tanpa memperhatikan
“harga” yang harus dibayar dalam jangka panjang akibat kerusakan lingkungan
juga merupakan hambatan di dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup. Di sisi lain terdapat beberapa faktor yang mendukung pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup diantaranya adalah meningkatnya perhatian
terhadap pembangunan sumber daya alam yang berkelanjutan yang dimotori oleh
beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memiliki kepedulian tinggi
terhadap pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan adanya beberapa
negara maju yang karena tertarik untuk melakukan kerjasama dalam hal
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan melihat
Indonesia masih berpotensi sebagai “penyangga” terhadap kerusakan lingkungan
global. Untuk melindungi aset nasional yaitu manusia Indonesia dan potensi ekonominya,
maka pemahaman akan kendala alam berupa bencana alam harus dilakukan
identifikasi dan pemetaan daerah-daerah berpotensi bencana gunung api, gempa
bumi, tanah longsor dan banjir. Informasi ini harus dijadikan acuan sebagai
perencanaan tata ruang.
Untuk mewujudkan visi jangka panjang pembangunan sumber
daya alam dan lingkungan hidup, banyak hal sudah dilaksanakan namun masih
memerlukan tindak lanjut yang terkoordinasi. Secara umum, beberapa kegiatan
yang selama ini telah dilakukan dan masih dalam proses pelaksanaan untuk
mendukung tercapainya pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang
berkelanjutan dan berkeadilan adalah penyusunan neraca sumber daya alam dan
neraca lingkungan, pengkajian penerapan Produk Domestik Bruto Hijau, penerapan
model pajak lingkungan (green tax),
penyiapan rencana undang-undang pengelolaan sumber daya alam, pengkajian skema
pendanaan melalui Debt-for-Nature Swap
(DNS) dan Clean Development Mechanism
(CDM), serta pengembangan peran serta masyarakat dalam pengelolaan, pengawasan
dan pemantauan sumber daya alam. Tindak lanjut yang diperlukan pada masa
mendatang adalah peningkatan koordinasi secara lebih intensif antarsektor yang
berkaitan dalam rangka pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Koordinasi
tersebut harus diwujudkan dalam suatu aksi nyata, misalnya dengan memasukkan
prinsip, pertimbangan, perangkat, unsur dan baku mutu lingkungan dalam
penetapan tata ruang dan pengelolaan wilayah atau kota, seperti reservoir,
hutan kota, catchment area dan
sebagainya.
B. Program-Program Pembangunan
1. Program Pengembangan dan
Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
a. Tujuan, Sasaran dan Arah
Kebijakan
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan
menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai potensi dan produktivitas
sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi, evaluasi, valuasi,
dan penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai adalah tersedia dan
teraksesnya informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup berupa data
spasial, nilai, dan neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup oleh
masyarakat luas di setiap daerah. Kebijakan program diarahkan untuk: (1)
mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi
peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi, dan (2)
mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan teknologi
dengan keunggulan komparatif sebagai negara maritim dan agraris, sehingga mampu
melakukan kompetisi dan mengembangkan produk unggulan di setiap daerah,
terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan, kelautan, pertambangan,
pariwisata, serta industri kecil dan kerajinan rakyat.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil
yang telah dicapai pada tahun 2001 adalah pengembangan sistem informasi manajemen
AMDAL agar dapat diakses oleh masyarakat umum dalam rangka sosialisasi berbagai
kegiatan sektor pembangunan untuk Provinsi Jateng, Jabar, Bali, Jambi, Sulteng,
Papua, Kalbar, Kalteng, dan Kalsel. Selain itu telah dilakukan pula
pengembangan website, serta penerbitan majalah lingkungan SERASI sebagai salah
satu pelaksanaan dari Agenda 21. Juga telah disusun State of Environment Report tahun 2000, yang melaporkan status
lingkungan hidup Indonesia. Seiring dengan itu,
sedang ditempuh pengembangan Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah.
Sementara itu, dalam pengelolaan pengaduan masyarakat telah dibentuk jaringan
elektronik (web) “layanan pengaduan” mengenai masalah lingkungan hidup. Di
bidang kehutanan dan sumber daya air, pengembangan dan peningkatan akses
informasi ini ditempuh melalui valuasi potensi sumber daya hutan, air, laut,
dan mineral. Selain itu, juga telah dilakukan kegiatan untuk pendataan
ekosistem rentan kerusakan, serta pengkajian neraca sumber daya alam dan
penyusunan PDB hijau secara bertahap, inventarisasi informasi potensi kawasan
dan jenis hasil laut potensial, inventarisasi sumber daya wilayah pesisir,
lautan, pulau-pulau kecil dan perikanan, serta produk dan jasa maritim. Selain
itu, juga telah dilakukan sosialisasi pemanfaatan peta fishing ground dan terlaksananya fish stock assessment. Selanjutnya, untuk memudahkan masyarakat
untuk mengakses data dan informasi telah dilakukan kegiatan melalui peningkatan
akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup kepada masyarakat.
Kegiatan inventarisasi kekayaan sumber daya mineral dilakukan melalui
penyusunan berbagai macam peta antara lain peta geologi dan geofisika,
penyusunan basis data sumber daya mineral dan batubara, serta pelaksanaan
beberapa kegiatan pemetaan dan kajian geologi.
Pada tahun 2002 kegiatan yang telah dilakukan adalah
penyediaan data pertambangan rakyat dan pertambangan tanpa ijin (PETI),
penginventarisasian data sumber daya air, dan penetapan peta cekungan air tanah
sebagai basis pengelolaan dan pengusahaannya, sosial ekonomi, dan spasial
sumber daya alam. Untuk menjaga keanekaragaman hayati nasional pada tahun
tersebut, dilakukan penyusunan konsep mekanisme balai kliring keanekaragaman
hayati. Sementara itu, perhitungan neraca sumber daya alam dilakukan dengan uji
coba penilaian manfaatnya, serta tersusunnya neraca sumber daya mineral dan
batubara. Kegiatan lain yang dilakukan adalah melanjutkan inventarisasi sumber
daya mineral dengan pemetaan geologi kelautan sistemik, mengkaji cekungan
Sumatera Selatan dan Kutai, menginventarisasi mineral logam dan non logam,
serta menginventarisasi potensi batubara dan gambut. Dalam rangka memudahkan
masyarakat melakukan akses informasi sumber daya mineral dan pertambangan,
telah disusun pedoman sistem manajemen lingkungan dan pedoman penilaian
pengelolaan lingkungan sektor energi dan sumber daya mineral.
Pada tahun 2003 hasil yang telah dicapai adalah
dilakukannya pemutakhiran data sumber daya alam dan lingkungan hidup, termasuk
inventarisasi potensi tambahan satwa liar, penyediaan data potensi pasir laut
di Kepulauan Riau, penyediaan data potensi panas bumi, dan energi terbarukan,
serta peta geologi lingkungan dan konservasi air tanah. Pada tahun ini juga
dilakukan pemetaan geologi kelautan bersistem untuk daerah Kalimantan dan
Sulawesi. Untuk penyempurnaan neraca sumber daya alam, telah dilakukan uji coba
dan perbaikan serta pemutakhiran data, demikian pula untuk neraca energi,
neraca sumber daya mineral dan batubara serta neraca kependudukan. Untuk
menunjang pengembangan kelautan, telah dilakukan pendataan potensi sumber daya
ikan laut, penyusunan profil beberapa pulau-pulau kecil, serta pengkompilasian
data geologi kelautan kawasan pesisir, profil wilayah pesisir dan kelautan di
15 daerah propinsi dan Kabupaten/Kota.
Pada tahun 2004 telah teridentifikasi beberapa lokasi
sebagai habitat penting untuk spesies dilindungi. Pengumpulan data/informasi
untuk penyusunan national report
dalam rangka konvensi wetland. Pada
tahun ini telah dilakukan pengembangan informasi daerah penangkapan ikan secara
reguler melalui Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan di daerah, kepada
para nelayan, koperasi dan pengusaha ikan. Selain itu juga telah dilakukan
pengembangan Sistem Informasi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Terpadu (SIKPT)
melalui pembentukan dan koordinasi simpul-simpul SIKPT, dan penyusunan data
spasial sumber daya kelautan. Dalam kegiatan pemetaan dan penyelidikan geologi
kelautan dilakukan kegiatan penyelidikan geologi kelautan di Paparan Sunda,
sebagian perairan selat Malaka dan Riau, Kalimantan Barat dan perairan
Kalimantan Timur. Pada tahun ini juga dilakukan penyebarluasan informasi
potensi sumber daya mineral, batubara, gambut, bitumen padat, panas bumi,
gunung api dan air bawah tanah. Selain itu akan diselesaikan pula pemetaan
geologi dan geofisika, serta kegiatan penelitian dan pengembangan geologi dan
geofisika bidang kebencanaan geologi. Peningkatan kemampuan teknologi
pemantauan gunung api terus dilakukan untuk melengkapi kebutuhan standar.
Demikian pula Blue Print mitigasi
bencana gunung api telah disusun sebagai dasar perencanaan sistem mitigasi
gunung api nasional. Peningkatan kesadaran masyarakat dan Pemerintah daerah
terus dilakukan melalui sosialisasi kebijakan dan potensi bencana geologi di
Indonesia dan penanggulangannya.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan yang masih dihadapi dalam pelaksanaan
program ini adalah keterbatasan teknologi informasi sehingga menyebabkan sumber
daya yang tersedia tidak dapat teridentifikasi secara memadai. Pada sektor
kelautan masih dihadapi keterbatasan infrastruktur dan akses pemanfaatan data,
serta kurangnya penguasaan masyarakat nelayan akan teknologi informasi. Data
dan informasi tentang kelautan dan perikanan masih tersebar dan belum tertata
dengan baik dalam suatu sistem jaringan. Hal ini telah menimbulkan kesulitan
untuk mengakses data/informasi tersebut guna menetapkan suatu kebijakan. Selain
itu tingkat akurasi dan validasinya juga masih diragukan. Beberapa faktor
penghambat pencapaian indikator kinerja program pengembangan dan peningkatan
akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah: (1) masih
lemahnya keterkaitan dan struktur kelembagaan yang berwenang dengan pengelolaan
informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup dimana setiap lembaga berlomba
untuk membangun sistem informasi sendiri-sendiri akan tetapi tidak
terintegrasi; (2) kemampuan sumber daya manusia untuk mengelola informasi masih
kurang memadai, dan adanya anggapan bahwa pekerjaan mengelola informasi kurang
menarik; dan (3) rendahnya kemampuan dan kemauan untuk memelihara dan
pemutakhiran (updating) data dan
informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup.
iii. Tindak Lanjut
Untuk menghadapi permasalahan dan tantangan yang
menghambat upaya pencapaian indikator kinerja program pengembangan dan
peningkatan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, diusulkan
beberapa rekomendasi dan tindak lanjut antara lain sebagai berikut: (1)
melakukan sinkronisasi program dan kegiatan pembakuan informasi dan data
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; (2) meningkatkan dan
mengintensifkan pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik formal
maupun informal untuk menambah wawasan pengetahuan pengelolaan sistem informasi
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara efektif; (3)
meningkatkan pengadaan sarana dan prasarana serta teknologi informasi di setiap
sektor yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup;
(4) meningkatkan partisipasi masyarakat untuk ikut mengelola dan sebagai sumber
informasi yang lebih akurat dalam setiap proses pengambilan keputusan
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; (5) mengembangkan sistem
informasi yang dapat diakses masyarakat secara mudah, murah, dan bermanfaat;
dan (6) meningkatkan lembaga penyuluh sebagai sarana penyampaian informasi yang
mampu memberikan pemahaman akan arti pentingnya nilai kelestarian sumber daya
alam dan lingkungan hidup.
2. Program Peningkatan Efektivitas
Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam
a. Tujuan, Sasaran dan Arah Kebijakan
Program ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan
pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sasaran yang
akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya sumber daya alam untuk
mendukung kebutuhan bahan baku industri secara efisien dan berkelanjutan.
Sasaran lain dari program ini adalah terlindunginya kawasan-kawasan konservasi
dari kerusakan akibat pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali dan
eksploitatif. Kebijakan program ini diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan
potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi,
rehabilitasi, dan penghematan penggunaan sumber daya alam dengan menerapkan
teknologi ramah lingkungan.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil yang telah dicapai pada tahun 2001 adalah antara
lain tersedianya rencana dan kebijakan pengelolaan sumber daya hutan dan air
berdasarkan daerah aliran sungai (DAS) prioritas dan tata ruang, tersusunnya management plan keanekaragaman hayati, meningkatnya
industri yang berbasis sumber daya alam yang ramah lingkungan, serta
tersusunnya strategi nasional pengelolaan kawasan ekosistem pegunungan. Selain
itu dilakukan pula penataan kegiatan di bidang perikanan, pengelolaan laut
termasuk wilayah pesisir dan terumbu karang, serta pengkajian struktur industri
yang sesuai dengan potensi dan daya dukung sumber daya alam. Dalam hal kegiatan
konservasi telah dilaksanakan antara lain identifikasi terhadap kawasan
konservasi laut daerah; terciptanya sistem pengawasan dan pengendalian
pemanfaatan sumber daya perikanan, pesisir, dan lautan; dan penyusunan rencana
pengelolaan keanekaragaman hayati. Selain itu dilakukan pula sosialisasi
program perlindungan lapisan ozon. Sedangkan pelaksanaan program rehabilitasi
antara lain dilakukan penyusunan draft akademis kriteria baku kerusakan
mangrove dan pengkajian permodelan reklamasi lahan bekas tambang. Selain itu di
bidang kehutanan dilakukan pula pengelolaan sumber daya hutan dan sumber daya
air dengan pendekatan DAS dan tata ruang. Di samping itu, dalam rangka
menurunkan luas lahan kritis pada wilayah hutan dan pesisir antara lain telah
dilakukan pembentukan institusi kerjasama pengelolaan kawasan Segara Anakan
berdasarkan Perda Kabupaten Cilacap Nomor 28 Tahun 2000 tentang pengelolaan
kawasan Segara Anakan.
Adapun hasil yang dicapai dalam tahun 2002 antara lain
adalah penyusunan strategi nasional pengelolaan kawasan ekosistem pegunungan,
penyempurnaan kajian kebijakan pengelolaan, konservasi dan rehabilitasi sumber
daya alam, serta penyusunan peta potensi konflik di bidang pertambangan dan
kehutanan. Adapun kegiatan rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan permodelan
reklamasi lahan bekas tambang, penghijauan dan rehabilitasi hutan dan lahan
kritis, wilayah pesisir, dan lahan bekas tambang. Dalam hal konservasi
dilakukan antara lain peningkatan kesadaran konservasi dan pelestarian
lingkungan hidup pada stakeholder di
daerah, sosialisasi kebijakan dan strategi pengelolaan DAS Bengawan Solo dalam
rangka implementasi otonomi daerah. Di samping itu juga dilakukan kegiatan
konservasi tanah seluas 6.152 ha di kawasan DAS Citarik dengan hasil penurunan
laju erosi yang cukup signifikan.
Pada tahun 2003 untuk meningkatkan kemampuan telah
dilakukan kerjasama dengan beberapa lembaga untuk mengelola kekayaan laut
Indonesia antara lain dengan BILB-Jerman dan CEVA-Perancis dalam rangka
pengelolaan rumput laut, serta kerjasama penangkapan ikan dengan RRC, Thailand,
dan Filipina. Selain itu dilakukan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan
terpadu. Dalam konservasi dan rehabilitasi telah dilakukan perluasan
rehabilitasi hutan, terumbu karang di beberapa lokasi, serta penetapan Pulau
Kakaban di Kalimantan Timur sebagai kawasan konservasi laut. Selain itu
dilakukan pula persiapan Pulau Banda sebagai warisan dunia (world heritage site), dan telah pula
dilakukan kegiatan kajian lingkungan dan kebencanaan geologi kelautan di
kawasan pesisir dan laut. Di samping itu dalam rangka menurunkan luas lahan
kritis dan kelestarian hutan, telah dilakukan rehabilitasi mangrove seluas
1.125 ha di wilayah Segara Anakan, penghijauan di wilayah DAS Cikawung dan
Cimeneng, serta pencanangan Gerakan Nasional Rehabilitai Hutan dan lahan kritis
seluas 300.000 ha.
Pada tahun 2004, telah ditingkatkan peran serta
masyarakat dalam pengembangan wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan;
peningkatan pendapatan/ kesejahteraan masyarakat; terbentuknya organisasi
pencinta alam; meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat mengenai arti
penting reboisasi, penghijauan, pembangunan kota dan konservasi tanah. Selain
itu, telah pula dilakukan pengelolaan dan rehabilitasi terumbu karang termasuk
penanaman terumbu buatan, pengembangan Taman Nasional Laut dan Kawasan
Konservasi Laut, penginventarisasian kawasan konservasi laut baru dengan
menggunakan pendekatan kesatuan ekosistem laut (marine region). Selanjutnya telah dilakukan pengembangan sistem
budaya ramah lingkungan di kawasan hijau yang mengalami kerusakan melalui mangrove-fisheries, pengembangan
pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil berbasis masyarakat. Selain itu
dilakukan kegiatan untuk menetapkan kawasan lindung geologi dan kawasan
pertambangan.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan yang masih muncul dalam mewujudkan
pelaksanaan program ini antara lain : (1) masih rendahnya kesadaran masyarakat
akan arti penting dan nilai strategis sumber daya kelautan dan perikanan; (2)
lemahnya penegakan hukum atas pelanggaran pemanfaatan dan pengelolaan sumber
daya alam, baik perikanan, kehutanan, maupun pertambangan; (3) belum
kondusifnya upaya pelaksanaan penataan ruang serta pengendalian pencemaran
lingkungan pada ekosistem laut dan pesisir, kawasan kehutanan dan wilayah
pertambangan; dan (4) masih timpangnya pemanfaatan stok ikan antarwilayah dan
antarspesies; (5) pengembangan perikanan budidaya belum optimal; dan (6) belum
optimalnya pemanfaatan pulau-pulau kecil. Hal lain yang menjadi hambatan dalam
pencapaian indikator kinerja program ini adalah masih lemahnya koordinasi dan
struktur kelembagaan, masih lemahnya sumber daya manusia, kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya pemeliharaan ekosistem dan sumber daya alam pada
umumnya. Disamping itu masih ada perbedaan kepentingan di dalam memanfaatkan
sumber daya alam seperti pemanfaatan hutan dan pertambangan, serta
ketidakstabilan politik, dan keamanan sehingga menyulitkan pelaksanaan beberapa
kegiatan dalam program ini pada daerah yang termasuk dalam kategori rawan dari
segi keamanan.
iii. Tindak Lanjut
Berdasarkan pencapaian indikator kinerja hingga pertengahan
tahun 2004, tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah: (1) mensosialisasikan
berbagai pedoman dan peraturan kebijakan yang telah tersusun; (2) mengembangkan
mekanisme pelaksanaan dan pemantauan pedoman dan peraturan yang telah tersusun;
(3) menyempurnakan sistem disinsentif dalam pemanfaatan sumber daya alam; (4)
memantapkan upaya konservasi daratan maupun perairan melalui pembangunan
wilayah terpadu dengan melibatkan partisipasi masyarakat; (5) mengembangkan
teknologi baru penggunaan sumber daya alam yang ramah lingkungan; (6)
menyempurnakan mekanisme perlindungan dan pemeliharaan kawasan konservasi
dengan melibatkan masyarakat, pemerintah daerah, dan swasta; (7) melanjutkan
upaya restrukturisasi industri berbasis sumber daya alam yang komparatif dan
dapat menjamin keberlanjutan daya dukungnya; dan (8) mengembangkan lebih lanjut
jasa pariwisata di daerah.
Rekomendasi dan tindak lanjut lainnya adalah: (1)
pengembangan ekowisata dan jasa lingkungan di kawasan-kawasan konservasi darat
dan laut, pengembangan kawasan konservasi laut dan suaka perikanan; (2)
pelaksanaan monitoring kegiatan pengembangan, pengelolaan, dan pembinaan obyek
wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan; (3) pengawasan kegiatan kampanye
penanaman pohon untuk kehidupan dengan baik dan mengena sasaran serta gerakan
penanaman pohon di 30 propinsi; dan (4) melanjutkan kegiatan sesuai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan dalam kegiatan peningkatan kualitas pengelolaan
DAS serta efektifitas dan efisiensi rehabilitasi lahan terdegradasi.
3. Program Pencegahan dan
Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup
a. Tujuan, Sasaran dan Arah Kebijakan
Tujuan program adalah meningkatkan kualitas lingkungan
hidup dalam upaya mencegah perusakan dan/atau pencemaran lingkungan, dan
pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumber daya alam
yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini
adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai
dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan. Sedangkan kebijakan program
diarahkan untuk menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian
kemampuan keterbaharuan sumber daya alam yang dapat diperbaharui guna
menghindari kerusakan yang tidak dapat dipulihkan kembali.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil yang dicapai pada tahun 2001 adalah telah
dilakukannya investasi peralatan yang menunjang pencegahan pencemaran
lingkungan. Guna memacu industri agar peduli lingkungan, telah diberikan sistem
insentif pinjaman lunak lingkungan kepada 23 perusahaan. Untuk pencegahan
pencemaran air, telah dilakukan koordinasi untuk menyusun Rencana Induk Program
Kali Bersih (PROKASIH) 2005, masukan revisi PP Nomor 20 Tahun 1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air. Berkenaan dengan limbah perkotaan telah dilakukan
penyempurnaan konsep Pedoman Umum dan Pedoman Pelaksanaan Sistem Evaluasi
Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan. Sementara itu, pada saat ini sedang
dilakukan pula penyusunan rancangan peraturan pelaksanaan dari PP Nomor 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak. Dalam rangka
pencegahan kerusakan lingkungan akibat bencana lingkungan telah dilaksanakan
beberapa kegiatan antara lain: (1) kajian akademik pengembangan sistem
pengendalian bencana lingkungan; (2) penyusunan PP Nomor 4 Tahun 2001 tentang
Pengendalian Kerusakan dan atau pencemaran LH yang berkaitan dengan kebakaran
hutan dan atau lahan; (3) rancangan kebijakan nasional penerapan sistem tanggap
darurat pada kegiatan yang berisiko mengakibatkan bencana lingkungan. Berkenaan
dengan pencemaran keanekaragaman hayati telah disusun beberapa pedoman: (1)
pedoman teknis pengendalian pemanfaatan spesies hasil rekayasa genetik; (2)
pedoman teknis pengendalian dan pemulihan kerusakan ekosistem strategis; (3)
pedoman teknis pengendalian penurunan dan pemulihan populasi Elang Jawa, Buaya,
Rusa, Cendana, dan Tengkawang. Selain itu, telah pula dilakukan penyusunan
Amdal untuk kegiatan Migas yang memiliki pelabuhan khusus.
Adapun pada tahun 2002 telah dilakukan sosialisasi
teknologi ramah lingkungan bagi usaha kecil, penyediaan desain rehabilitasi
pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) usaha kecil di lokasi
prioritas, penyusunan pedoman umum pengelolaan limbah rumah sakit dan hotel.
Selain itu telah dilakukan pula penyusunan standar baku mutu untuk limbah
industri pupuk, pewarna tekstil, kolam pelabuhan, dan air laut untuk
pariwisata. Pada tahun ini telah dilakukan pula penelitian pengelolaan limbah
produksi migas.
Pada tahun 2003 berkaitan dengan penanganan limbah telah
dilakukan kegiatan penyusunan berbagai pedoman antara lain: (1) pedoman teknis
baku mutu limbah cair industri rayon; (2) pedoman pengelolaan limbah produksi
minyak dan gas bumi; dan (3) pedoman penanganan limbah industri kimia, serta
rumah sakit dan hotel. Selain itu untuk dilakukan upaya untuk meningkatkan
kesadaran perusahaan dalam pengelolaan limbahnya, telah dilaksanakan kegiatan
sosialisasi pada beberapa lokasi penambangan dan kehutanan perihal teknologi
produksi bersih. Dalam rangka mengurangi pencemaran lingkungan kawasan pesisir
dan laut dilakukan gerakan nasional bersih pantai dan laut. Di samping itu,
dalam rangka mencegah kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup telah disusun
pedoman standar nasional audit lingkungan hidup Pemerintah daerah.
Pada tahun 2004, direncanakan untuk mencapai penurunan
pencurian ikan, pengembangan pedoman dan model pengendalian pencemaran pesisir
dan laut, dan pensosialisasian pedoman di Unit Pelaksana Teknis, Ditjen
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (UPT PHKA). Selain itu, telah dilakukan
juga upaya menurunkan tingkat kebakaran hutan, serta penanggulangan kegiatan
ilegal di sektor pertambangan yaitu pertambangan tanpa izin (PETI), dan
penyelundupan BBM. Selain itu telah pula dilakukan lanjutan kegiatan penelitian
dan pengembangan kualitas lingkungan pada industri dan kegiatan operasi minyak
dan gas bumi.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Saat ini masih dijumpai adanya perbedaan kepentingan
antara peningkatkan perekonomian daerah melalui peningkatan industri dan
kepentingan untuk menjaga daya dukung lingkungan yang telah mengakibatkan
penambahan kerusakan lingkungan. Masalah lain yang menghambat adalah kesadaran
dan ketaatan hukum masyarakat yang masih rendah, terlihat dengan masih adanya upaya
penguasaan lahan hutan secara tidak sah dan illegal
logging, PETI, dan pencurian ikan. Rendahnya kesadaran hukum ini ditambah
pula dengan upaya penegakan hukum yang masih belum konsisten bagi perusak hutan
dan lingkungan. Sosialisasi terhadap bahaya-bahaya kerusakan hutan dan
lingkungan masih belum ditanggapi secara sungguh-sungguh oleh masyarakat.
iii. Tindak Lajut
Upaya tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah: (1)
mengefektifkan sosialisasi berbagai pedoman dan peraturan yang telah disusun;
(2) mengembangkan konsep pelaksanaan dan pemantauan pelaksanaannya; (3)
menyempurnakan mekanisme kelembagaan pendanaan pengelolaan lingkungan hidup;
(4) melanjutkan upaya pengembangan teknologi produksi bersih; (5)
mengintegrasikan biaya lingkungan ke dalam biaya produksi (internalisasi faktor
eksternal); dan (6) upaya menegakkan hukum secara lebih konsisten untuk
memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Pada tahun mendatang pelaksanaan
penegakan hukum ini perlu lebih ditingkatkan dengan membentuk semacam lembaga penyidikan,
penuntutan, dan peradilan yang khusus menangani kasus pencemaran yang
mengakibatkan kerusakan lingkungan.
4. Program Penataan Kelembagaan dan
Penegakan Hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup
a. Tujuan, Sasaran dan Arah Kebijakan
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan,
menata sistem hukum, termasuk perangkat hukum dan kebijakan, dan untuk
menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah
tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat,
dengan didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksananya upaya
penegakan hukum secara adil dan konsisten. Arah kebijakan ditetapkan sejalan
dengan Propenas 2000-2004, yang mengamanatkan untuk mendelegasikan secara
bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan
pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup
sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Beberapa hal yang telah dicapai pada tahun 2001 adalah
tersusunnya draft naskah akademis dan rancangan peraturan perundangan (RPP)
tentang Produk Bioteknologi Modern Hasil Rekayasa Genetika, tersusunnya konsep
panduan teknis aspek lingkungan dalam AMDAL, dan tertatanya institusi dan
aparatur pengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup di provinsi. Selain
itu, juga telah dilakukan kegiatan untuk merumuskan batas-batas maritim sehubungan
dengan pelaksanaan otonomi daerah. Untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas
sumber daya manusia dalam rangka pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan
telah dilakukan peningkatan kemampuan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS)
Perikanan melalui crash program PPNS.
Selain itu, dilakukan pula pembangunan Balai Riset Pembenihan Ikan Laut di
Gondol, Bali. Di bidang pertanian dilakukan peningkatan kemampuan aparat dalam
pelayanan mewujudkan ketahanan pangan, peningkatan koordinasi kebijakan dan program
ketahanan pangan, serta pengembangan kelembagaan ketahanan pangan masyarakat
termasuk pengembangan lumbung desa, serta penguatan lembaga usaha ekonomi
perdesaan untuk pembelian gabah/beras petani di 15 provinsi sentra produksi
beras (dana talangan).
Dalam tahun 2002 telah dilakukan pembentukan lembaga clearing house untuk kegiatan
perlindungan lapisan ozon, serta pelaksanaan penguatan institusi dan aparatur
penegak hukum dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Kegiatan
lain yang dilaksanakan adalah penggelaran operasi bersama dengan TNI-AL untuk
menertibkan rumpon dan beroperasinya kapal asing liar.
Pada tahun 2003 kegiatan yang dilakukan adalah
meningkatkan pemantapan kelembagaan pengelolaan sumber daya alam melalui
beberapa kerjasama dengan pihak terkait, baik dalam negeri maupun luar negeri
antara lain kerjasama dengan beberapa universitas untuk membentuk lembaga
penyelesaian sengketa pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan, di Medan
dengan Universitas Sumatera Utara dan di Makasar dengan Universitas Hasanuddin.
Selain itu, beberapa perundangan dan peraturan secara terus menerus dibahas dan
dirumuskan kembali penyempurnaannya seperti RUU Pertambangan, revisi UU Nomor 9
Tahun 1985 tentang Perikanan, RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil serta beberapa peraturan perundangan lainnya.
Pada tahun 2004 sedang disiapkan penyempurnaan Revisi UU
Perikanan Nomor 9 Tahun 1985, dan Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau kecil. Selain itu, telah dilakukan pula ratifikasi
Unclos. Hal lain yang telah dicapai adalah meningkatnya status UPT Ditjen PHKA
dari status unit menjadi Balai (32 Balai Konservasi Sumber Daya Alam/BKSDA dan
34 Balai Taman Nasional), meningkatnya pemahaman aparatur dan masyarakat di
bidang KSDA, melajutkan upaya melestarikan kawasan konservasi; serta
terbentuknya kesepahaman antara pemerintah dan LSM serta Lembaga Internasional.
Dalam hal terjadinya tumpang tindih pemanfaatan pertambangan di lokasi hutan
lindung, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah pengganti
Undang-undang yang telah disahkan menjadi UU Nomor 1 Tahun 2004, yang di
dalamnya mengatur perijinan bagi usaha pertambangan di wilayah hutan lindung
melalui persyaratan yang cukup ketat, misalnya usaha pertambangan hanya boleh
diteruskan apabila berada pada areal hutan produksi. Pedoman pengelolaan Karst,
yang memiliki fungsi hidrogeologi dan potensi wisata telah ditetapkan untuk
melindungi dari kegiatan penambangan yang berlebihan. Di samping itu dalam
rangka pelestarian lingkungan hidup telah disusun beberapa pedoman diantaranya
pedoman pengelolaan situ-situ di daerah, model pengelolaan rehabilitasi lahan
dan konservasi tanah, model valuasi ekonomi sumber daya alam dan lingkungan
hidup daerah, dokumen identitas Kabupaten/Kota melalui flora dan fauna.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Adapun yang menjadi permasalahan adalah masih adanya
faktor penghambat antara lain, kurang adanya keselarasan pengaturan antara
pemerintah pusat dan daerah, serta antarsektor terkait. Ketidakselarasan ini
menghambat pelaksanaan koordinasi dan melemahkan penegakan hukum. Masalah lain
yang cukup sulit adalah belum adanya kejelasan batas wilayah kewenangan antara
satu lembaga dengan lembaga lainnya, misalnya pada sektor kelautan antara
TNI-AL dan Polri dalam penanganan kasus tindak pidana perikanan di laut.
Sebagai contoh PPNS Perikanan memiliki kewenangan penyidikan, namun kasus yang
diajukan PPNS Perikanan melalui Polri untuk dilakukan penuntutan sering kali
ditolak. Akibatnya banyak kasus pidana perikanan di laut yang
tidak dapat terselesaikan.
Sanksi hukum bagi perusak lingkungan masih terlalu
ringan, seperti bagi pengguna bahan peledak, bahan beracun, sianida, dan juga
aktivitas penangkapan ikan secara ilegal, penambangan karang untuk bahan
bangunan, reklamasi pantai, dan kegiatan pariwisata yang kurang bertanggung
jawab. Disisi lain, terjadi juga tumpang tindih (over lapping) kebijakan yang sering kali menimbulkan konflik
kewenangan.
iii. Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang diperlukan antara lain adalah : (1)
menyelesaikan peraturan perundang-undangan yang belum selesai dengan mencermati
adanya tumpang tindih kepentingan antarsektor; (2) menata kelembagaan dan
aparatur pengelola sumber daya alam; (3) meningkatkan supervisi dan pembinaan
terhadap aparatur pengelola sumber daya alam; (4) meningkatkan koordinasi antar
pemerintah pusat dan daerah; (5) meningkatkan kualitas SDM dan menambah sarana
dan prasarananya; dan (6) meningkatkan upaya penegakan hukum secara lebih
konsisten. Selain itu, masih perlu dilanjutkan upaya pemasyarakatan/sosialisasi
peraturan perundangan yang mendorong pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan,
diterbitkan peraturan perundangan dan direncanakan kembali pengelolaan
keanekaragaman hayati yang menyerap aspirasi para pemangku kepentingan.
5. Program Peningkatan Peran Serta
Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup
a. Tujuan, Sasaran dan Arah
Kebijakan
Program ini ditujukan untuk meningkatkan peranan dan
kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam
dan pelestarian lingkungan hidup. Sasaran yang akan dicapai adalah tersedianya
sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
lingkungan hidup. Kebijakan program diarahkan untuk mendayagunakan sumber daya
alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian
fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan,
kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang, yang
pengusahaannya diatur dengan Undang-Undang.
b. Pelaksanaan
i. Hasil yang Dicapai
Hasil yang dicapai pada tahun 2001 adalah dalam upaya
memberdayakan masyarakat lokal telah diselenggarakan berbagai pelatihan untuk
meningkatkan kepedulian lingkungan seperti pelatihan pengendalian kerusakan
mangrove, pengembangan budidaya mangrove-fisheries
dengan maksud untuk membangun system pelestarian mangrove berbasis masyarakat
setempat. Adapun kegiatan yang berkaitan dengan peran serta masyarakat meliputi
pengembangan pola kemitraan dengan masyarakat di muara daerah aliran sungai
(DAS), pengembangan kemitraan dengan penambang emas di Gunung Pongkor, serta
pelaksanaan forum antar pemangku dalam pengelolaan lingkungan berbasis
ekosistem, pembentukan kader peduli lingkungan dari masyarakat pekerja, serta
pembentukan forum komunikasi masyarakat. Pembinaan sekitar 150 kelompok tani
penghijauan di wilayah sub DAS Citarik di Kabupaten Bandung dan Sumedang.
Pada tahun 2002, hasil-hasil yang telah dicapai meliputi
terbentuknya forum kerjasama antardesa di Kabupaten Sleman dalam pengelolaan
lingkungan, tersusunnya rencana kerja kegiatan peningkatan kepedulian
masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup,
serta tersosialisasinya program warga madani pesisir dan laut melalui
penyelenggaraan forum dialog di Bandung, Serang dan Yogyakarta yang melibatkan
5 daerah pesisir Pantura dan 3 daerah pesisir selatan Jawa. Selain itu telah
dihasilkan pula buku panduan pemberdayaan masyarakat pesisir dalam pelestarian
lingkungan, dan terciptanya jalur-jalur komunikasi dan kordinasi dengan
berbagai kelompok masyarakat sebagai aliansi strategis melalui pola kemitraan
melalui penandatanganan Nota Kesepahaman dengan KADIN, SPSI, Aisiyah,
Muhammadiyah, HKTI, HNSI, dan Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN).
Pada tahun 2003 telah dilakukan beberapa sosialisasi
kepada kelompok masyarakat pesisir, penambangan skala kecil, serta masyarakat
sekitar hutan lindung mengenai arti pentingnya untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Selain itu, juga telah dilakukan upaya pembrntukan beberapa kelembagaan
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup dengan
mengakomodasikan peran serta masyarakat, seperti terbentuknya 180 kelompok
masyarakat pesisir peduli lingkungan, 120 kader dan pionir peduli lingkungan,
serta aliansi kelompok masyarakat peduli lingkungan.
Pada tahun 2004, telah didilakukan upaya peningkatan
akses bagi masyarakat adat dan lokal dalam mengelola dan memonitor sumberdaya
alam dan lingkungan hidup melalui pengembangan Sistem Pengawasan Berbasis
Masyarakat (SISWASMAS) dan pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
berbasis masyarakat.
ii. Permasalahan dan Tantangan
Permasalahan yang muncul dalam mewujudkan pelaksanaan
program ini adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat akan arti penting dan
nilai strategis sumber daya alam baik kelautan dan perikanan, kehutanan,
pertambangan, dan sumber daya alam lainnya. Selain itu masih adanya sikap
skeptis pada masyarakat terhadap penegakan hukum bagi pelaku perusakan
lingkungan, hal ini memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap peran serta
masyarakat dalam ikut serta menjaga kelestarian lingkungan. Hambatan lainnya
adalah persepsi yang sudah mengakar di masyarakat, bahwa pemerintah selalu memiliki
maksud untuk ‘merugikan’ dan ‘merepotkan’ masyarakat, sehingga partisipasi yang
diharapkan tidak terjadi secara sukarela. Di samping itu dengan diberlakukan
otonomi daerah telah menyebabkan beberapa daerah berlomba-lomba meningkatkan
PAD tanpa memperhatikan daya dukung lahan dan kerusakan lingkungan yang
ditimbulkannya.
iii. Tindak Lanjut
Rencana tindak lanjut dalam mewujudkan tujuan program ini
adalah melanjutkan upaya pengembangan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya alam, peningkatan koordinasi dan melaksanakan kegiatan secara
berkelanjutan, melanjutkan pelaksanaan pengelolaan kawasan konservasi dengan
pola kemitraan secara berkelanjutan, serta penanaman kepercayaan terhadap
masyarakat melalui kegiatan nyata dan bermanfaat bagi masyarakat.
Mengingat
peran serta masyarakat cukup signifikan di dalam pelestarian sumber daya alam
dan lingkungan hidup, maka dalam tahun mendatang perlu dilakukan pemberdayaan
terhadap LSM yang memiliki perhatian cukup tinggi terhadap pelestarian sumber
daya alam dan lingkungan hidup. Tindak lanjut yang diperlukan adalah upaya
meningkatkan kemitraan dengan masyarakat untuk melakukan perbaikan lingkungan.
Selain itu, perlu pula melakukan upaya penegakan hukum secara lebih konsisten
agar tidak ada keraguan di masyarakat untuk berpartisipasi aktif menjaga
kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.