Kamis, 07 Januari 2016

JAMAN SEKARANG MENDAKI GUNUNG HANYA UNTUK GAYA- GAYAAN

Hayo siapa diantara Sobat yang pernah mendaki gunung saat sampai puncak ber-selfie ria dengan menggunakan kertas ucapan lalu menguploadnya ke media sosial? bagus ya hasilnya?
Saat ini banyak Aktivis lingkungan serta sejumlah Pecinta alam mengkampanyekan aktivitas Nol Sampah (Zero Waste) dan penghematan kertas, namun tampaknya hal sebaliknya tidak berlaku bagi sejumlah Pendaki gunung yang katanya mengaku Pecinta alam.
Slogan ‘tidak ada yang diambil kecuali foto, tidak memburu apapun kecuali waktu, dan tidak ada yang ditinggalkan kecuali jejak’ ternyata hanya jadi hisapan jempol belaka bagi para pendaki atau mungkin juga kamu.
Pasalnya meski seringkali diingatkan, nyatanya persoalan sampah di gunung kerap menjadi persoalan serius yang bisa merusak kawasan konservasi.
Yang lebih mencengangkan, seiring fenomena selfie dan semenjak adanya film petualangan abal-abal kemarin, jenis sampah di gunung tidak cuma logistik pendaki tapi juga sampah kertas ucapan.
Banyak sekali Pendaki khususnya yang pemula berbondong-bondong mendaki gunung hanya untuk mengejar foto selfie sambil memegang kertas ucapan dan digunakan tampil eksis di media sosial.
Ya, satu gaya foto yang sedang digandrungi oleh Pendaki sampah tak beretika itu adalah berfoto dengan kertas yang ditulis ucapan.
Semakin banyak yang mendaki, semakin banyak gaya yang tercipta. Terlalu bosan dengan wajahnya sendiri yang masuk tangkapan kamera, kini ada kertas dengan bermacam ucapan.
Memang sudah sejak lama gaya seperti ini dilakukan segelintir Pendaki Gunung. Namun baru akhir-akhir ini ramai dilakukan banyak Pendaki.
Seringnya, kertas ini dibawa ke puncak gunung yang kemudian dipakai selfie saat berada di puncak. Bisa juga dipakai selfie saat mentari terbit.
Namun, ada juga yang memotret kertas ucapan dengan latar pantai, hutan, atau bahkan pemandangan kota.
Gaya selfienya pun banyak jenis. Bisa hanya fokus ke tulisan dan menjadikan pemandangan sebagai latar belakang. Tapi seringnya selfie sambil membawa tulisan.
Bagi yang sedikit malu-malu atau mungkin takut jerawatnya ikut eksis, bisa menutupi setengah muka dengan kertas yang berisi ucapan.
Lalu apa isi ucapannya? Sangat beragam. Mulai dari ucapan untuk seseorang, cinta, pamer telah sampau puncak, dan masih banyak lagi.
Menarik memang, tapi kenyataanya tak selamanya semanis itu.
Banyak Pendaki (atau mungkin kamu) yang lupa atau sengaja melupakan kertas ucapannya untuk dibawa pulang. Akhirnya menjadi gunung baru, gunung sampah. Ampun!
Ada yang lebih parah, beberapa Pendaki atau mungkin kamu pernah membawa kertas ucapannya yang sudah dilaminating.
Kertas laminating tidak bisa terurai tanah dalam waktu singkat, bahkan saat Pendaki itu sudah tinggal nama, sampah laminatingnya masih ada.
Ya, laminating termasuk sampah plastik yang membutuhkan waktu 1.000-20.000 tahun untuk bisa hancur terurai.
Yah, rasanya eksistensi mendaki gunung sudah berubah maknanya. Kalau zaman Soe Hok Gie dan Idhan S Lubis mendaki untuk mendekatkan diri ke Tuhan, mencintai alam dan membangun jiwa nasionalisme.
Zaman sekarang, mendaki cuma untuk mencari kesenangan dan foto profil.
Foto boleh jadi hasilnya indah dan keren. Tapi apa kerennya jika sampahnya dibuang begitu saja di puncak. Jangan mengaku Pencinta alam jika masih senang menyiksa alam.

Aksi pamer foto selfie yang lain daripada yang lain di situs jejaring sosial memang menjadi sebuah tren sekarang ini. Banyak di antaranya nekat melakukan aksi selfie yang berbahaya dan bahkan tak sedikit berita tentang aktivitas selfie yang berakhir dengan kematian. 

Dibawah ini foto Eri Yunanto, mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta, yang jatuh ke kawah Gunung Merapi. Di foto tersebut terlihat Eri tengah duduk di atas batu di pinggir kawah Merapi, sebelum akhirnya terjatuh dan terpelanting berkali-kali ke dalam kawah. 
Dan di bawah ini foto selfie membawa kertas ucapan untuk orang yang spesial
IMG_4697
Sampah Kertas Ucapan Yang Ada Di Puncak Gunung.

Dikutip dari :Forum Hijau Indonesia